BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Indomie adalah merek produk mie
instan dari Indonesia. Di Indonesia, Indomie diproduksi
oleh PT. Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. Produk dari perusahaan
milik Sudono Salim ini mulai dibuat pertama kali pada tanggal 9 September 1970 dan
dipasarkan ke konsumen sejak tahun 1972, dahulu diproduksi oleh PT.
Sanmaru Food Manufacturing Co. Ltd., dan pertama kali hadir dengan rasa Ayam dan Udang.
Selain dipasarkan di Indonesia, Indomie juga dipasarkan secara cukup luas di
manca negara, antara lain di Amerika Serikat, Australia, berbagai
negara Asia dan Afrika serta negara-negara Eropa, hal
ini menjadikan Indomie sebagai salah satu produk Indonesia yang mampu
menembus pasar internasional . Di Indonesia sendiri, sebutan
"Indomie" sudah umum dijadikan istilah generik yang merujuk kepada mie
instan.
Namun
pemasaran Indomie ke luar negeri bukannya tanpa masalah, di Taiwan sempat
terjadi masalah ketika produk Indomie ditarik dari pasaran, berikut ini
penjelasannya “Pihak berwenang Taiwan pada tanggal 7 Oktober 2010
mengumumkan bahwa Indomie yang dijual di negeri mereka mengandung dua bahan
pengawet yang terlarang, yaitu natrium benzoat dan metil
p-hidroksibenzoat. Dua unsur itu hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik.
Sehingga dilakukan penarikan semua produk mie instan "Indomie" dari
pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan supermarket terkemuka di Hong
Kong untuk sementara waktu juga tidak menjual mie instan Indomie. Menurut
Harian Hong Kong, The Standard, dalam pemberitaan Senin, 11 Oktober 2010,
harian itu mengungkapkan bahwa dua supermarket terkemuka di Hong Kong, Park n'
Shop dan Wellcome, menarik semua produk Indomie dari rak-rak mereka. Selain
itu, Pusat Keselamatan Makanan di Hong Kong tengah melakukan pengujian atas Indomie
dan akan menindaklanjutinya dengan pihak importir dan dealer.”
Dalam
persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar dalam memperoleh
keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis, bahkan melanggar
peraturan yang berlaku. Apalagi persaingan yang akan dibahas adalah persaingan
produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan. Karena harga yang lebih murah
serta kualitas yang tidak kalah dari produk-produk lainnya.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah diatas , maka dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut,
yaitu:
1.
Permasalahan apakah yang terdapat pada PT
Indofood (Indomie) ?
2.
Bagaimana pemecahan masalah tersebut ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan penulisan
untuk memenuhi tugas softskill mata kuliah Etika Bisnis dalam membuat jurnal
atau tulisan tentang Etika Bisnis. Maksud dari penulisan ini adalah :
1. Untuk
mengetahui masalah apakah yang dihadapi PT Indofood
2. Untuk
mencari alternative dari pemecahan masalah yang dihadapi PT Indofood
BAB II
TOPIK
2.1 Profil
Perusahaan
PT
Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (dahulu PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, PT
Gizindo Primanusantara, PT Indosentra Pelangi, PT Indobiskuit Mandiri Makmur,
dan PT Ciptakemas Abadi) (IDX: ICBP) merupakan produsen berbagai jenis makanan
dan minuman yang bermarkas di Jakarta Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada
tahun 1990 oleh Sudono Salim dengan nama Panganjaya Intikusuma yang pada tahun
1994 menjadi Indofood. Perusahaan ini mengekspor bahan makanannya hingga
Australia, Asia dan Eropa.
Sejarah
dari PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk dahulu mencapai kesepakatan dengan
perusahaan asal Swiss, Nestle S.A, untuk mendirikan perusahaan joint venture
yang bergerak di bidang manufaktur, penjualan, pemasaran, dan distribusi produk
kuliner di Indonesia maupun untuk ekspor. Kedua perusahaan sama-sama memiliki
50% saham di perusahaan yang diberi nama PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia.
Baik ISM maupun Nestle percaya, mereka dapat bersaing secara lebih efektif di
Indonesia melalui penggabungan kekuatan dalam bentuk perusahaan dan tim yang
berdedikasi untuk itu.
Menurut
Anthoni Salim, Dirut & CEO ISM, pendirian usaha patungan ini akan
menciptakan peluang untuk memanfaatkan dan mengembangkan kekuatan yang dimiliki
kedua perusahaan yang menjalin usaha patungan tersebut. Dalam kerjasama ini,
ISM akan memberikan lisensi penggunaan merek-mereknya untuk produk kuliner,
seperti Indofood, Piring Lombok, dan lainnya kepada perusahaan baru ini.
Sementara itu, Nestle memberikan lisensi penggunaan merek Maggi-nya. Perusahaan
patungan ini diharapkan akan memulai operasinya pada 1 April 2005.
Dalam
beberapa dekade ini PT Indofood Sukses Makmur Tbk (Indofood) telah
bertransformasi menjadi sebuah perusahaan Total Food Solutions dengan kegiatan
operasional yang mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan, mulai dari
produksi dan pengolahan bahan baku hingga menjadi produk akhir yang tersedia di
rak para pedagang eceran
2.2 Permasalahan
Kasus Indomie yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut
mengandung bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari
peredaran. Zat yang terkandung dalam Indomie adalah methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid(asam benzoat). Kedua zat tersebut
biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan pada Jumat
(08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua jenis
produk Indomie dari peredaran. Di Hongkong, dua supermarket
terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk dari Indomie.
Kasus Indomie kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi
IX akan segera memanggil Kepala BPOM Kustantinah. "Kita akan
mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah terkait produk Indomie itu,
secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata Ketua Komisi IX DPR,
Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa
(12/10/2010). Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang kasus Indomie ini
bisa terjadi, apalagi pihak negara luar yang mengetahui terlebih dahulu akan
adanya zat berbahaya yang terkandung di dalam produk Indomie. A Dessy
Ratnaningtyas, seorang praktisi kosmetik menjelaskan, dua zat yang
terkandung didalam Indomie yaitu methyl parahydroxybenzoate dan benzoic acid
(asam benzoat) adalah bahan pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk
dan tahan lama. Zat berbahaya ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian nipagin ini dibatasi maksimal
0,15%.
Ketua
BPOM Kustantinah juga membenarkan tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini. Kustantinah menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung
nipagin, yang juga berada di dalam kecap dalam kemasan mie instan tersebut.
tetapi kadar kimia yang ada dalam Indomie masih dalam batas wajar dan aman
untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.Tetapi bila kadar nipagin melebihi batas
ketetapan aman untuk di konsumsi yaitu 250mg per kilogram untuk mie instan dan
1.000mg nipagin per kilogram dalam makanan lain kecuali daging, ikan dan
unggas, akan berbahaya bagi tubuh yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan
sangat berisiko terkena penyakit kanker. Menurut Kustantinah, Indonesia yang
merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,produk Indomie sudah mengacu
kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu,gizi dan kemanan produk
pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec.Produk Indomie yang
dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena
standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus Indomie ini.
2.3 Pembahasan
Masalah
Indofood
merupakan salah satu perusahaan global asal Indonesia yang produk-produknya
banyak di ekspor ke negara-negara lain. Salah satunya adalah produk mie instan
Indomie. Di Taiwan sendiri, persaingan bisnis mie instant sangatlah ketat,
disamping produk-produk mie instant dari negara lain, produk mie instant asal
Taiwan pun banyak membanjiri pasar dalam negeri Taiwan.
Harga
yang ditwarkan oleh Indomie sekitar Rp.1500, tidak jauh berbeda dari harga
indomie di Indonesia, sedangkan mie instan asal Taiwan dijual dengan harga
mencapai Rp 5000 per bungkusnya. Disamping harga yang murah, indomie juga
memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan produk mie instan asal Taiwan,
yaitu memiliki berbagai varian rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga
banyak TKI/W asal Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie
selain karena harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk
Indomie.
Tentu
saja hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mie instan asal Taiwan, produk
mereka menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir
pihak perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk
Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena
mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.
Hal
tersebut sontak dibantah oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie.
Mereka menyatakan bahwa produk mereka telah lolos uji laboratorium dengan hasil
yang dapat dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah
diterima dengan baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun
lamanya. Dengan melalui tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan
nasional maupun internasional yang sudah memiliki standarisasi tersendiri
terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie dinyatakan lulus uji
kelayakan untuk dikonsumsi.
Dari fakta tersebut,
disinyalir penarikan produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir
karena persaingan bisnis semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal.
Yang
menjadi pertanyaan adalah mengapa tidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh
pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?.
Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi pada saat produk
tersebut sudah menjadi produk yang diminati di Taiwan. Dari kasus tersebut dapat
dilihat bahwa ada persaingan bisnis yang telah melanggar etika dalam berbisnis.
Hal-hal yang dilanggar terkait kasus pelanggaran
etika bisnis pada perusahaan PT Indofood secara hukum :
·
Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 3
F yang berisi meningkatkan kualitas barang dan jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang/jasa , kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen
·
Undang-undang nomor 8 tahun1999 pasal 4
A tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/jasa
·
Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 8
yang berisi “pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
Solusi dalam pelanggaran akan etika bisnis dalam hal
perlindungan konsumen pada kasus yang dialami perusahaan P&G :
·
Dalam Undang-undang pasal 62 disebutkan
bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf e,, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
·
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dalam
pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa “
1. Perampasan
barang tertentu;
2. Pengumuman
putusan hakim;
3. Pembayaran
ganti rugi;
4. Perintah
penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
5. Kewajiban
penarikan barang dari peredaran; atau
6. Pencabutan
izin usaha.
BAB III
ANALISIS REFERENSI
3.1 Kesimpulan
Dari
kasus indomie di Taiwan dapat dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis.
Dimana terjadi kasus yang merugikan pihak perindustrian Taiwan yang produknya
kalah bersaing dengan produk dari negara lain, salah satunya adalah Indomie
yang berasal dari Indonesia. Taiwan berusaha menghentikan pergerakan produk
Indomie di Taiwan, tetapi dengan cara yang berdampak buruk bagi perdagangan
Global.
3.2 Alternatif
Pemecahan Masalah
Menurut
saya untuk pihak perindustrian Taiwan agar tidak serta merta menyatakan bahwa
produk indomie berbahaya untuk dikonsumsi,
apabila ingin melindungi produsen dalam negeri,pemerintah bisa membuat
perjanjian dan kesepakatan yang lebih ketat sebelum proses ekspor-impor
dilakukan. Karena kasus tersebut berdampak besar bagi produk Indomie yang telah
dikenal oleh masyarakat Indonesia maupun warga negara lain yang negaranya memperdagangkan
Indomie asal Indonesia.
3.3 Referensi
http://indofood-getlucky2013.blogspot.com/p/blog-page_2358.html
Budiarta, Kustoro, 2010. Pengantar Bisnis Edisi 2.
Mitra Wacana Media, Jakarta
Wahjono, Sentot Imam, 2010. Bisnis Modern. Graha
Ilmu, Yogjakarta